Laporan Observasi Tahap Prasekolah (TK)
Kelompok 8 (Kelas Psikologi Pendidikan A)
Santi Melisa
16-058
Thank you for looking!
Ketua Kelompok : Wanda P
Anggota Kelompok :
16-002) Hafizah Aini
16-005) Talenta H
16-010) M.Ridho
16-030) Neni T
16-041) Intan Y
16-058) Santi M
3.
Nama Sekolah : TK Dharma Wanita
Persatuan USU
4.
Identitas Sekolah :
- Alamat : Jl.Universitas No.26, Padang Bulan Kota Medan
- Jumlah Siswa (Observasi) : 15 orang
- Jumlah Kelas : 3 (tiga) kelas
- Jumlah Guru : 4 (empat) orang
-
Prestasi : Juara I
Lomba Kebersihan tingkat Kecamatan
5.
Hari/Tanggal Observasi : Jumat,31 Maret 2017
6. Teori Landasan :
Bab 14. Mengelola Kelas
(Psikologi Pendidikan oleh J.W Santrock)
7.
Waktu Observasi : 08.00 – 10.15 (2 jam 15 menit)
8.
Lokasi Observasi : TK Dharma Wanita Persatuan USU
9. Pembagian Tugas :
No
|
Nama
|
Tugas
|
1.
|
Wanda Pratama
|
Dokumentasi,
menyusun laporan, meninjau lapangan
|
2.
|
Hafizah Aini
|
Mencatat hasil
observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
|
3.
|
Talenta Hutabarat
|
Dokumentasi,
menyusun laporan, meninjau lapangan
|
4.
|
M.Ridhona Z Nur
|
Dokumentasi,
menyusun laporan, meninjau lapangan
|
5.
|
Neni Tria Harahap
|
Mencatat hasil observasi,
menyusun laporan, meninjau lapangan
|
6.
|
Intan Yolanda
|
Mencatat hasil
observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
|
7.
|
Santi Melisa
|
Mencatat hasil
observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
|
10. Jadwal dan Sistematis Pelaksanaan Penelitian
NO
|
URAIAN
|
MARET
|
APRIL
|
||||||
1
|
Diskusi Pemilihan Topik
|
||||||||
2
|
Diskusi Mengenai Teori
|
||||||||
3
|
Observasi
|
||||||||
4
|
Diskusi Kelompok
|
||||||||
5
|
Pembuatan Poster
|
||||||||
6
|
Posting Blog
|
SISTEMATIS PELAKSANAAN PENELITIAN
Ø 06 Maret 2017 : Diskusi Pemilihan
Topik
Ø 24 Maret 2017 : Diskusi Mengenai Teori
Ø 31 Maret 2017 : Observasi
Ø 01 April 2017 : Diskusi Kelompok
Ø 04 April 2017 : Pembuatan Poster
Ø 09 April 2017 :
Posting Blog
11. Jadwal Kegiatan (Jumat, 31 Maret 2017)
08.00 – 08.15 : Bel
berbunyi, berbaris, berolahraga, menyanyi dan menari bersama
08.15 – 08.45 : Kegiatan awal, salam
dan doa
08.45 – 09.45 : Kegiatan Inti (Pada
hari Jumat menggambar dan membaca cerita)
09.45 – 10.00 : Cuci tangan, doa dan makan bersama di dalam kelas
10.00 – 10.15 : Istirahat, main didalam atau diluar kelas
10.15
: Pulang
12. Catatan Hasil Observasi
a.
Keadaan Kelas
·
Di dalam kelas terdapat 4
kelompok meja dengan 3-4 orang murid yang menduduki kursi
·
Gaya penataan kelas menggunakan
gaya tatap muka
·
Kelas sudah bersih dan rapi
saat murid-murid memasuki kelas
·
Di belakang kelas terdapat
tempat mainan murid-murid disimpan
·
Loker kelas terletak rapi
disudut belakang kelas dengan nama masing-masing murid. Di dalam loker terdapat buku mewarnai, buku tulis, alat tulis,
dan peralatan lainnya.
·
Kelas memiliki dekorasi
bervariasi, yaitu terdapat poster-poster abjad serta lukisan- lukisan lucu di dinding
kelas
·
Kelas menggunakan AC sebagai
pendingin ruangan
·
Terdapat satu meja guru di
depan kelas
b.
Aktivitas Kelas
·
Sebelum memasuki kelas murid
melakukan senam pagi yang didampingi guru
·
Guru sudah mengenali nama murid
satu persatu
·
Murid memasuki kelas dan duduk
di kursinya masing-masing
·
Guru membuka kelas dengan
berdoa dan menanyakan kabar murid
·
Guru mengulas kembali pelajaran
yang sudah lalu saat membuka kelas
·
Guru menanyakan ibadah murid
·
Murid sudah hapal rutinitas di
hari Jum’at yaitu murid bebas melakukan hal yang diinginkan seperti menggambar
karena senin-kamis murid sudah belajar menulis, membaca, dan berhitung.
·
Murid mengambil sendiri
peralatan menggambarnya di loker yang sudah tersedia
·
Ada juga kegiatan menyanyi
tentang pelajaran murid
·
Setelah murid selesai
menggambar, guru memberikan nilai terhadap gambaran mereka serta menanyakan apa
yang mereka gambar
·
Murid yang sudah selesai
dinilai diizinkan untuk bermain di area belakang kelas yang sudah tersedia
dengan mainan
·
Pada saat jam makan, murid
diminta untuk mencuci tangan dengan cara mengantri, kamar mandi murid berada di
luar ruangan kelas
·
Guru meminta murid berdoa dan
mengawasi murid saat sedang makan sambil menanyakan apa bekal yang ia bawa
·
Sebelum pulang murid diminta
merapikan barang-barangnya
·
Diakhir kelas murid diminta
berdoa dan diizinkan pulang, kelompok murid yang paling tertib diizinkan pulang
terlebih dahulu
c.
Interaksi
·
Interaksi antar guru dan murid
cukup baik dan sering
·
Guru membimbing murid untuk
membaca doa-doa
·
Guru menegur murid secara
langsung apabila tidak tertib
·
Guru
menghapal dengan baik nama-nama murid
·
Guru memberikan pujian kepada
murid yang berani bercerita tentang kegiatannya
·
Saat menggambar murid banyak
berinteraksi dan bercanda, serta pinjam meminjam alat-alat menggambar
·
Guru menanyakan apa gambar
yang mereka gambar secara individu
·
Ada beberapa murid yang tidak
mau menggambar tetapi malah mengerjakan soal-soal di bukunya
13. Pembahasan Antara Hasil Observasi dengan Landasan Teori
1.
Pada TK
Dharma Wanita USU, anak – anak didik terlihat mampu menjawab pertanyaan guru
melalui media simbolik dengan bentuk rumah ibadah dan foto Presiden. Dimana
pada pemikiran praoperasional menurut piaget, tahapan periode praoperasional
ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai pemahaman yang tumbuh
mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi, dan lainya.
2.
Evertson,
Emmer, dan Worsham (2003) dalam buku Santrock (2014) memberi beberapa prinsip
penataan kelas, yaitu:
-
Mengurangi
kepadatan di tempat lalu–lalang.
-
Memastikan
bahwa guru dapat melihat murid dengan mudah.
-
Materi dan
perlengkapan kelas mudah diakses.
-
Memastikan
murid dapat melihat semua presentasi kelas.
•
TK
Dharma Wanita masih belum mampu memastikan kondisi pertama. Dikarenakan hal ini
terjadi karena ruang kelas satu pintu dengan jalan keluar kantor kepala
sekolah.
•
Mengenai gaya
penataan kelas, Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam Santrock (2004)
mengemukakan lima gaya penataan, TK Dharma Wanita USU menggunakan gaya yang kedua. Yaitu, gaya tatap muka, dimana murid
saling berhadapan (face to-face). Anak – anak akan belajar cenderung lebih sering bercengkrama dengan
temannya yang lain.
•
Personalisasi
kelas cukup baik di TK ini sebab dekorasi kelas menggunakan hiasan warna-warni
, mainan yang memacu kognitif dan
kreatifitas (seperti susunan kayu dari besar-kecil dan lego). Tetapi ruangan
kelas kurang efektif penempatannya karena berseberangan dengan ruangan kepala
sekolah (bisa dilewati dari pintu yang sama).
3.
Dalam menciptakan
lingkungan yang positif di sekolah,guru menggunakan strategi otoritatif dimana
murid dilibatkan dalam kerja sama serta diberi perhatian. Kerjasama terlihat
dari kegiatan mengambil peralatan gambar di loker masing-masing.
4.
Dalam
mempertahankan aturan atau prosedur, terdapat tiga strategi untuk menjaga
kerjasama antara murid dan guru yang masing-masing telah dipenuhi oleh TK yaitu:
•
Menjalin
hubungan positif dengan murid: berinteraksi secara empat mata.
•
Mengajak
murid untuk bertanggung jawab: setelah selesai makan mereka harus membersihkan meja
mereka dan merapikannya,setelah selesai bermain mereka harus menyusun kembali mainan yang mereka
ambil.
•
Memberikan
hadiah: memuji, mengacungkan jempol,
menepuk tangan pada murid yang bersemangat dan yang berani untuk tampil
membaca puisi dan bernyayi.
5.
Terdapat
masalah yang jelas mengenai seorang murid yang tidak bisa duduk tenang dikelas
dan mulai mengganggu teman yang lainnya, tetapi guru TK menyelesaikan masalah
ini dengan bentuk non-asertif. Setelah menanganinya guru melanjutkan
pembelajaran dikelas.
6.
Untuk
mengatasi beberapa masalah yang lazim dialami oleh para guru TK dalam
berkomunikasi dengan muridnya, maka harus dengan menjalin hubungan komunikasi
aktif dengan audien (anak-anak). Hal ini dikatakan oleh College pada tahun 1995
(Santrock, 2004).
TEORI MANAJEMEN KELAS
1. Sejarah dan Tokoh
Kelas dimana anak usia dini
atau Taman Kanak Kanak sebagai sebuah institusi pendidikan mungkin masih
tergolong baru dibandingkan sekolah lainnya. Menurut sejarahnya tercatat
Freidrich Froebel (21 April 1782-21 Juni 1852) seorang berkebangsaan Jerman,
sebagai salah satu pengagas pendidikan untuk anak dengan membuka kindergarten (kinder=anak; garten=taman)
pertama di dunia pada 28 Juni 1840 di Thuringia-Jerman.
Pendidikan TK dimaksudkan untuk memelihara
tumbuhnya kebudayaan bangsa yang merdeka, terutama melalui sistem pendidikan
dan pengajaran. Seiring dengan perkembangan Taman Indria, berkembang pula Taman
Kanak-kanak (TK) yang merupakan adaptasi dari konsep Kindergarten dan Taman Indria. Perkembangan TK jauh
lebih pesat dari pada Taman Indria. Dalam perjalannya selama di Indonesia,
lahir pula Raudhatul Athfal atau RA yang merupakan penyelenggaraan program
pendidikan bagi anak usia dini dengan kekhasan agama Islam.
Baik Taman Indria, Taman Kanak-kanak, maupun
Raudhatul Athfal, sasarannya baru mencakup anak di atas usia 4 tahun sampai
memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian anak usia 0-4 tahun belum terlayani
program PAUD dalam bentuk apapun. Seiring dengan perkembangan kebutuhan akan
pengasuhan terutama bagi anak yang kedua orangtuanya bekerja di luar rumah,
muncullah program Taman Penitipan Anak atau TPA yang awalnya hanya berfungsi
sebagai tempat titip/pengasuhan anak. Sejak tahun 1980-an, seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat dan dunia internasional tentang arti pentingnya
pendidikan, mulai dibuka lembaga untuk anak usia 3-4 tahun dalam bentuk
Kelompok Bermain atau Kober atau KB.
Hal penting lainnya adalah
dasar bagi kurikulum yang dirancang Froebel, yaitu gift (objek
yang dapat dipegang dan digunakan anak sesuai instruksi guru, sehingga anak
dapat belajar tentang bentuk, ukuran, warna, dan menghitung), occupation(materi
untuk mengembangkan berbagai keterampilan, seperti menjahit sesuai pola, membuat
bentuk mengikuti pola, menggunting, menggambar, menempel dan melipat kertas,
dll), nyanyian, dan permainan yang mendidik.
2.
Anak Prasekolah
Salah satu Teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget,
seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk
secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami kognitif seseorang melalui empat periode utama
yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia.
1.Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Pemikiran Praoperasional menurut piaget
Pada tahapan periode
praoperasional ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai
pemahaman yang tumbuh mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi,
dan lainya.
1)
Fungsi simbolis Fungsi simbolis (Symbolic
function):
Kemampuan anak menggunakan representasi
mental (kata-kata, angka, atau gambar). Tanpa simbul-simbul, individu
tidak dapat berkomuniasi secara verbal, membuat perubahan, membaca peta, atau
mengenali foto-foto yang disayangi dari kejauhan. Simbol-simbol bisa membantu seorang
anak untuk mengingat dan berpikir tentang sesuatu yang tidak hadir secara
fisik.
Penggunaan simbol bagi anak
pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a.
Imitasi tidak langsung Anak mulai dapat menggambarkan
sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada
lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula
dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain
kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.
b.
Permainan Simbolis Sifat permainan simbolis ini juga
imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak
perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
c.
Menggambar Pada tahap ini merupakan jembatan antara
permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis
terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar.
Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai
meniru sesuatu yang riel”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil
atau alat tulis lainnya.
d.
Gambaran Mental merupakan penggambaran secara pikiran
suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini
kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam
mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.Contoh yang
digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa Ucapan Anak
menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui
bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada
orang lain.
Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan
penalaran intuitif bukan logis. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental
yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
3.
Manajemen kelas
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan
kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Evertson, Emmer, & Worsham,
2003 dalam Santrock, 2004). Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V Johson
dan Mary A Bany, bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan
alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Secara historis,
dalam manajemen kelas, guru dianggap sebagai pengatur dan dalam tren
selanjutnya lebih menekankan pada pelajar, dan guru sebagai fasilitator
(Freiberg, 1999; Kauffman, dkk., 2002 dalam Santrock, 2004).
Proses belajar-mengajar dalam kelas
hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada dalam sekolah yang bersangkutan
akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut :
1. Guru
sebagai pendidik
2. Murid
sebagai yang dididik
3. Alat-alat
yang dipakai
4. Situasi
dalam dan lingkungan kelas
5. Kelas
itu sendiri
6. Dan
hal lainnya yang sewaktu-waktu terjadi
Kelas Padat, Kompleks,
dan Berpotensi Kacau
Walter
Doyle (1986) dalam buku Santrock (2004) mendeskripsikan enam karateristik yang
merefleksikan kompleksitas dan problemnya yaitu:
1.
Kelas adalah
multidimensional, yaitu kelas adalah setting untuk banyak kegiatan, mulai dari
aktivitas akademik seperti membaca, menulis, bermain, berkomunikasi dengan
teman dan berdebat.
2.
Aktivitas terjadi
secara simultan. Banyak aktivitas yang terjadi secar simultan didalam kelas,
seperti ada murid yang menulis dan sebagian lagi mendiskusikan suatu cerita
bersama guru.
3.
Hal-hal terjadi secara
cepat. Kejadian yang sering kali terjadi secara cepat dan membutuhkan respon
yang cepat.
4.
Kejadian sering tidak
terprediksi. Hal ini berupa murid sakit, murid berkelahi, alarm kebakaran
berbunyi, dan sebagainya.
5.
Hanya ada sedikit privasi. Kelas adalah tempat
publik dimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian yang tidak terduga, dan
mengalami frustasi.
6.
Kelas punya sejarah.
Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu.
Tujuan
dan Strategi Manajemen
Menurut Santrock
(2004), ada 2 tujuan manajemen kelas yang efektif, yaitu :
1.
Membantu murid
menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas
yang tidak diorientasikan pada tujuan.
2.
Mencegah murid
mengalami problem akademik dan emosional.
Mendesain
Lingkungan Fisik Kelas
Prinsip
penataan kelas yang dikemukakan oleh Evertson, Emmer, dan Worsham (2003) dalam
buku Santrock (2004):
-
Mengurangi kepadatan di tempat lalu–lalang.
-
Memastikan bahwa duru dapat melihat murid dengan mudah.
-
Materi dan perlengkapan kelas mudah diakses.
-
Memastikan murid dapat melihat semua presentasi kelas.
Gaya
Penataan yang dikemukakan oleh Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam buku
Santrock (2004):
-
Gaya auditorium yaitu semua murid menghadap guru.
-
Gaya tatap muka yaitu murid saling berhadapan langsung satu sama lain.
-
Gaya off-set, sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan
langsung satu sama lain.
-
Gaya seminar, sejumlah murid duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi.
-
Gaya klaster, yaitu sejumlah murid bekerja dalam kelompok kecil.
4. Perkembangan
Anak Pra-Sekolah
Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3 –
6 tahun. Mereka biasa mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan
di Indonesia pada umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak 3 – 5
tahun dan kelompok bermain atau Play Group (usia 3 tahun), sedangkan pada anak
usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak (Biechler
dan Snowman dari Patmonodewo, 2003).
Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri yang
melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam
Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang
biasanya ada TK. Ciri-ciri anak TK dan prasekolah yang dikemukakan meliputi
aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
Ciri Fisik Anak
Prasekolah
Penampilan
maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam
tahapan sebelumnya.
·
Anak prasekolah umumnya
aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan
sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.
·
Setelah anak melakukan
berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak
menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang
diperlukan anak.
·
Otot-otot besar pada
anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh
karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang
rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu.
·
Anak masih sering
mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek
yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
·
Walaupun tubuh anak
lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft).
Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya
dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya.
·
Walaupun anak lelaki
lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis,
khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak
lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak
lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut
diatas.
Ciri
Sosial Anak Prasekolah atau TK
·
Umumnya anak pada
tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti,
mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain
dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi
kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
·
Kelompok bermain
cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok
tersebut cepat berganti-ganti.
·
Anak lebih mudah
seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932)
dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya
terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah
laku sosial.
Ciri
Emosional Anak Prasekolah atau TK
§
Anak TK cenderung
mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering
diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
§
Iri hati pada anak
prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.
Ciri
Kognitif Anak Prasekolah atau TK
·
Anak prasekolah umumnya
terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya
dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian
dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
·
Kompetensi anak perlu
dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang.
Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara
mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai
berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b)
Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan
kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak
hal.
·
Berikan kesempatan dan
dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. a) Doronglah
anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. b)
Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. c)
Kagumilah apa yang dilakukan anak. d) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan
anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.
Pendidikan
anak Pra-Sekolah
·
Menurut The National
Association for The Education of Young Children (NAEYC), pendidikan prasekolah
(early childhood education) adalah pelayanan yang diberikan dalam tatanan masa
kanak awal. Fungsi pendidikan prasekolah sendiri merupakan sebagai persiapan
anak untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih matang.
·
Menurut UU RI No.2/1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 (2), pendidikan prasekolah adalah
pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan
keterampilan yang melandasai pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara
utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.
Bermain
Sosial
Dengan bentuk seperti ini, guru dapat melihat
partisipasi anak dalam suatu kegiatan bermain dan akan menunjukkan derajat
partisipasi berbeda. Parten (1932) dan Brewer (1992) menjelaskan berbagai
derajat partisipasi anak :
·
Solitary Play ; anak bermain
sendiri tanpa menghiraukan anak lainnya
·
Onlooker Play ; anak hanya
sebagai penonton dalam permainan tersebut
· Parallel Play ; anak menggunakan mainan yang sama
atau meniru cara anak lain ber-
main, namun tetap
bermain sendiri.
·
Associative Play ; anak bermain
bersama namun permainan tidak terstruktur
·
Cooperative Play ; anak bermain
bersama dengan aturan-aturan tertentu
Praktik Pendidikan Anak
Pra-Sekolah
Pada tahun 1986, NAEYC meneliti isu praktik yang
cocok dikembangkan pada program masa awal anak-anak. Dalam suatu studi,
anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah dengan praktik yang cocok
menurut dokumen yang diterbitkan NAEYC memperlihatkan perilaku kelas yang lebih
cocok dan kebiasaan belajar yang lebih baik (Hart & others, 1993).
Beberapa
model pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD:
1. Model
Pembelajaran Klasikal
Adalah suatu pembelajaran dimana dalam waktu yang
sama, kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas. Pembelajaran
ini merupakan model yang paling awal digunakan di TK. Sarana pembelajaran
terbatas dan kurang memperhatikan minat anak secara individu.
2. Model
Pembelajaran Berdasarkan Kelompok dengan Kegiatan Pengamanan
Dalam pembelajaran ini anak-anak dibagi menjadi 3
kelompok, masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda-beda. dalam
satu pertemuan anak harus menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dan secara bergantian.
Bila ada anak yang sudah menyelesaikan tugas lebih cepat, maka anak tersebut
dapat meneruskan kegiatan lain di kelompok yang tersedia tempat. Kalau tidak
ada tempat anak dapat bermain di kegiatan pengaman. Kegiatan pengaman
disediakan alat-alat yang bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema / sub
tema
3. Model
pembelajaran berdasarkan sudut,
Langkah-langkah pembelajaran hampir sama dengan
model area, hanya sudut-sudut kegiatan merupakan pusat kegiatan. Alat-alat
kegiatan yang disediakan lebih bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema
dan sub tema.
4. Model pembelajaran berdasarkan area Model
Pembelajaran ini lebih memberikan kesempatan kepada
anak dalam memilih / menentukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya.
Pembelajaran ini untuk memenuhi kebutuhan anak dan menghormati keberagaman
budaya serta menekankan pada pengalaman belajar bagi setiap anak.
5. Model
pembelajaran berdasarkan sentra
Adalah pendidikan pembelajaran dalam proses
pembelajaran dilakukan di dalam lingkaran dan sentra bermain. Guru bersama anak
duduk dengan posisi melingkar dan saat dalam lingkaran, guru memberikan pijakan
pada anak sebelum dan sesudah bermain Sentra bermain merupakan area / zona
bermain anak yang di lengkapi alat bermain, berfungsi sebagai pijakan
lingkungan yang diperlukan untuk mengembangkan seluruh potensi dasar anak dalam
berbagai aspek perkembangan secara seimbang. Dalam membuka sentra setiap hari
disesuaikan dengan jumlah kelompok setiap PAUD Pembelajaran sentra dilakukan
secara tuntas mulai awal kegiatan sampai akhir dan fokus pada satu kelompok
usia PAUD dalam satu kegiatan di satu sentra kegiatan Setiap sentra mendukung
perkembangan anak dalam tiga jenis bermain : bermain sensori motor / fungsional
, bermain peran , bermain konstruktif (membangun pemikiran anak).
Selain metode yang bersifat teknis di atas, ada
beberapa metode pengajaran yang lebih umum antara lain :
a. Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan
kalimatnya sendiri. Contohnya, ketika membaca buku, minta anak menceritakan
kembali dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh
dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Anak juga terlatih
berpikir kreatif dan berinisiati.
b. Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran yang mendorong dan memberi
kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Setidaknya tedapat tiga tahapan
yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar,
menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya,
anak belajar tentang tanaman pisang, pendidik tak hanya menjelaskan tentang
pisang tapi juga mengajak anak ke kebun untuk mengeksplorasi tanaman pisang.
Dengan belajar dari alam, anak dapat mengamati sesuatu.
KESIMPULAN, HAMBATAN,
SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan,
dapat disimpulkan bahwa TK Dharma Wanita Persatuan USU telah memiliki
pengelolaan kelas yang cukup baik.Dimana TK ini telah cukup memenuhi prinsip
penataan kelas, gaya penataan kelas
menggunakan gaya tatap muka, prinsip penataan kelas sudah terpenuhi. Tetapi menurut kami,
guru pada TK ini kurang dalam memberikan reward berupa pujian terhadap
murid-murid yang sudah berani menjawab pertanyaan guru.
Hambatan
Secara keseluruhan semuanya berjalan
lancar, tetapi terkadang ada beberapa anak yang masih malu-malu karena
kedatangan kami, jadi mereka juga terkadang tidak menjawab apa yang kami
tanyakan.
Saran
Sebaiknya guru di TK
Dharmawanita USU lebih sering memberikan reward bukan hanya tepuk tangan tetapi juga berupa perkataan
seperti “kamu pintar sayang!” agar memotivasi murid lebih berani menjawab
pertanyaan guru serta lebih semangat.
TESTIMONI MASING-MASING
Hafizah Aini
16-002
Pengalaman yang menarik dan
menyenangkan. Karena berinteraksi dengan anak-anak. Dengan adanya kegiatan
observasi ini membuat saya mengetahui hal apa saja yang bisa diobservasi dan
energi positif dari anak-anak itu rasanya menular kepada kami. Bagaimana
keceriaan dan semangat mereka yang membuat kami ikut bersemangat dan ceria.
Talenta M.N. Hutabarat
16-005
Menurut saya, kegiatan
observasi terhadap manajemen kelas dimata kuliah psikologi pendidikan ini adalah hal yang baru dan merupakan bagian tugas yang sangat menyenangkan dan sangat membantu dalam penambahan ilmu secara
praktik dalam pembelajaran selama kuliah.
M. Ridhona Z.
Nur 16-010
Observasi ini membuat saya
ingin kembali ke masa kecil saya. Apalagi lihat anak –anak yang lucu lucu.
Wihhh.... makin membuat saya betah di TK itu. Dan satu hal yang membuat saya
belajar dari TK itu adalah nikmatilah masa kecilmu!. Sebab jika kita merasa
masa kecil kita pahit,maka jadikanlah ia alasan buat kesuksesanmu di masa
depan, tapi jika kita merasa masa kecil kita manis maka jangan jadikan ia
alasan tetapi pertahankanlah untuk kemudahanmu
dalam kesuksesanmu di masa depan.
Wanda Pratama
16-026
Menurut saya sistem
pembelajarannya sangat menyenangkan karena anak-anak bisa belajar sambil
bermain, sebab pembelajar seperti itu tidak ada kebosanan dalam belajar
Neni Tria
Harahap 16-030
Observasi ini merupakan pengalaman
yang menarik untuk saya, karena saya sebelumnya belum pernah melalukan
observasi terutama terjun langsung mengobservasi anak-anak TK.Serta banyak
sekali hal positif yang saya peroleh seperti semangat mereka yang tinggi dalam
belajar dan observasi ini juga mengingatkan saya terhadap masa TK saya dulu,
bahwa guru akan sangat sabar menjawab pertanyaan yang terkadang sangat lucu dan
tidak masuk akal.
Intan Yolanda
16-041
Menurut saya sistem
pembelajarannya sudah cukup bagus dan juga sistem pengajarannya. Hanya perlu di
maksimalkan saja. Selain itu, sekolah juga harus melihat bagaimana cara siswa
belajar agar lebih mudah dan baik dalam menerima pelajaran di sekolah.
Observasi kepada anak-anak TK
justru semakin membuat saya deg-degan! Saya sangat senang bertemu dengan
anak-anak dan seketika saya merasa lebih muda. Para guru dan murid menyambut
kami dengan sapaan dan senyuman hangat. Mereka sangat atraktif tetapi terkadang
suasana kelas menjadi agak ribut. Akan tetapi guru bisa mengontrol mereka. Saya
berkeinginan untuk melakukan observasi ketempat lain lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John.
(2004), Psikologi Pendidikan.Jakarta: Prenadamedia Group
POSTER
DOKUMENTASI
Keadaan
kelas
Thank you for looking!
Komentar
Posting Komentar